MOROWALI (RIAUPOS.CO) – Proses identifikasi korban ledakan tungku smelter di lokasi pabrik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) akhirnya tuntas. Untuk sementara, operasional ITSS dihentikan sementara.
Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Pol Agus Nugroho didampingi Danrem 132 Tadulako Brigjen TNI Dodi Triwinarto langsung terbang ke Kabupaten Morowali untuk mengecek langsung lokasi kejadian. Di hadapan awak media, Agus menyampaikan keprihatinan belasungkawa untuk keluarga para korban.
Dia juga menerangkan, berdasar hasil pemantauan lapangan bersama Danrem 132 Tadulako dan instansi terkait, sejatinya kawasan PT IMIP telah memiliki sistem alarm yang baik. Tim respons cepat perusahaan juga bekerja dengan sangat tanggap.
Agus menegaskan, jajarannya telah melakukan pengamanan tempat kejadian perkara (TKP). Karena itu, untuk sementara operasional PT ITSS dihentikan sampai adanya penyelesaian dari hasil penyelidikan.
Agus juga mengatakan bahwa pihaknya telah membentuk tim gabungan yang melibatkan penyidik Polda Sulteng bersama Polres Morowali dengan di-back up tim penyidik Bareskrim Polri, tim DVI Biddokkes dan tim Inafis dari Laboratorium Forensik Makassar maupun Mabes Polri.
Akibat insiden ini, secara keseluruhan, terdapat 59 pekerja Indonesia dan Cina yang menjadi korban ledakan. Sebanyak 13 orang di antaranya meninggal dunia.
Informasi yang diterima Radar Sulteng (JPG), sebanyak 9 dari 13 korban meninggal adalah warga Indonesia. Sedangkan 4 orang lain adalah pekerja asal Cina.
Media Relations Head PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Dedy Kurniawan menyebutkan, pada pukul 06.15 Wita kemarin manajemen PT IMIP telah membentuk tim penanganan dampak kecelakaan kerja. ’’PT ITSS merupakan salah satu tenant yang beroperasi di kawasan IMIP, Morowali, Sulawesi Tengah,’’ ujar Dedy kepada JPG.
Hingga pukul 16.15 Wita, situasi di lokasi kejadian sudah terkendali. Sebagian korban yang terluka masih dirawat di RSUD Morowali. Ada juga yang ditangani Klinik IMIP.
Dedy menerangkan, tungku smelter yang terbakar bernomor 41. Awalnya, tungku tersebut tidak dioperasikan karena masuk masa pemeliharaan. Saat tungku itu tidak beroperasi, terdapat sisa slag atau terak dalam tungku yang keluar.
Slag tersebut lalu bersentuhan dengan barang-barang yang mudah terbakar. Saat itulah terjadi kebakaran. Lalu, dinding tungku mendadak runtuh. Sisa terak besi lantas mengalir keluar sehingga mengakibatkan kebakaran yang lebih besar. Akibatnya, pekerja yang berada di sekitar tungku terjebak dalam kobaran api.
’’Hasil identifikasi penyebab kecelakaan ini sekaligus menegaskan bahwa tidak ada tabung oksigen yang meledak seperti diinformasikan sebelumnya,’’ tegas Dedy, mengklarifikasi.
Tim PT IMIP tengah berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menangani insiden tersebut. Pihak terkait itu, antara lain, safety tenant, satuan pengamanan objek vital nasional (PAM obvitnas) kawasan IMIP, Polda Sulawesi Tengah, Danrem Tadulako, dan jajaran Pemerintah Kecamatan Bahodopi dan Kabupaten Morowali.
Perlu Waktu 10 Jam Padamkan Api
Kabidhumas Polda Sulteng Kombespol Djoko Wienarto menambahkan, butuh waktu lama bagi petugas untuk memadamkan api. ’’Kurang lebih perlu waktu 10 jam baru padam,’’ ujarnya.
Sesuai instruksi Kapolda, telah dibentuk tim investigasi untuk mendalami penyebab kebakaran di smelter tersebut. ’’Tim telah bekerja untuk mengetahui penyebab kebakaran tersebut,’’ paparnya kepada Jawa Pos (JPG), Senin (25/12).
Untuk perkembangan penyelidikan, hingga kemarin belum ada update. ’’Tim masih bekerja. Saksi yang diperiksa berapa, belum diinfokan,’’ katanya.
Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Sulawesi Tengah dan PT ITSS. Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemenaker Haiyani Rumondang menyatakan, pihaknya juga sudah turun langsung ke lokasi.
’’Kadisnaker Provinsi Sulawesi Tengah langsung menurunkan tim pengawas ketenagakerjaan. Tim Pengawas Ketenagakerjaan Kemenaker juga turun,’’ ujarnya.
Haiyani menegaskan, industri smelter wajib menerapkan standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang tinggi. Sebab, smelter termasuk industri dengan risiko bahaya tinggi.
Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Tengah dan Pusat sudah melakukan pengawasan, termasuk memberikan pembinaan penerapan norma ketenagakerjaan, khususnya K3. ’’Pembinaan terus dilakukan, termasuk memastikan prosedur dan personel yang memenuhi standar K3,’’ ungkapnya.
Dia juga memastikan para korban meninggal maupun luka-luka akan mendapatkan manfaat jaminan sosial dari BPJS Ketenagakerjaan.
Pada bagian lain, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) menilai, kecelakaan kerja di lingkungan perusahaan PT ITSS merupakan tragedi kemanusiaan yang harus menjadi perhatian serius dari pemerintah. Penyebab dan penanggung jawabnya harus diusut.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) Mirah Sumirat menduga kuat adanya pelanggaran aturan K3 di PT ITSS yang berujung pada ledakan tungku smelter. ’’Pimpinan perusahaan harus diproses secara hukum atas terjadinya tragedi kemanusiaan ini,’’ ucapnya.
Mirah juga menyinggung lemahnya pengawasan terhadap penerapan K3 di Indonesia. Menurut dia, hal itu merupakan salah satu dampak dari kemudahan investasi yang dipayungi oleh omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja. Sebagai informasi, PT ITSS merupakan salah satu anak usaha dari Tsingshan Group asal Cina. Izin operasi perusahaan ini dimulai sejak 2019 dan akan berakhir pada 2049.
’’Pengawasan yang lemah dan minimnya jumlah tenaga pengawas ketenagakerjaan adalah persoalan klasik yang tidak pernah diselesaikan oleh pemerintah,’’ keluhnya.
Karena itu, Aspek Indonesia menuntut Kemenaker untuk serius dalam melakukan pengawasan ketenagakerjaan, termasuk soal penerapan K3, di seluruh perusahaan di Indonesia.
Dari Senayan, Fraksi PKS DPR ikut menyoroti kasus tersebut. Anggota Komisi VII DPR Mulyanto mengatakan, pemerintah harus menghentikan sementara atau moratorium semua operasional smelter perusahaan asal Cina di Indonesia.
Dia juga minta pemerintah mengaudit semua smelter tersebut secara ketat. Sebab, sering terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan korban jiwa. ’’Audit harus dilakukan secara profesional, objektif, dan menyeluruh terhadap aspek keamanan dan keselamatan kerja,’’ tegasnya.
Menurutnya, jangan sampai karena pertimbangan politik, pemerintah mengabaikan aspek keamanan dan keselamatan kerja di perusahaan-perusahaan tersebut. Mulyanto menyatakan, sudah bukan rahasia lagi kalau sebagian besar alat kerja di smelter-smelter milik Cina juga diimpor dari Negara Tirai Bambu itu.
Bahkan, komponen terkecil seperti baut dan mur juga diimpor dari Tiongkok. ’’Karena itu, kita perlu tahu kualitas barang yang selama ini dipakai untuk menunjang operasional smelter. Jangan-jangan barang dan suku cadang yang dipakai tidak memenuhi syarat yang ditentukan,” kata Mulyanto.
Legislator asal dapil Tangerang Raya itu menegaskan, pemerintah harus sungguh-sungguh menindaklanjuti kasus tersebut. Apa sebenarnya yang jadi penyebab dari ledakan smelter tersebut. ’’Apakah karena faktor lemahnya keandalan pabrik, murni faktor kelalaian manusia, atau ada sebab-sebab lain. Pemerintah bertanggung jawab untuk mengusut tuntas kasus ini,” bebernya. Mulyanto menyebut peristiwa itu harus menjadi pelajaran berharga, sehingga benar-benar dipahami dan menjadi momentum untuk mengevaluasi semua kesepakatan kerja sama dengan perusahaan Cina. (ham/yon/idr/dee/mia/lum/c17/oni/jpg)